TERNYATA peserta
didik dewasa ini tidak lagi membutuhkan guru ‘keras’ dalam arti pemarah atau
yang sejenisnya. Guru keras atau mengarah ke guru kaku terbukti tidak lagi
disenangi anak-anak. Untuk mengelola kelas ternyata tidak lagi diperlukan wajah
bengis seorang guru. Guru bengis malah menjengkelkan.
Dari
beberapa kelas yang kebetulan saya masuk untuk mengisi waktu jam mengajar
karena gurunya beralangan hadir, saya mendapatkan informasi sekaligus
kesimpulan bahwa guru yang disenangi peserta didik adalah guru yang
menyenangkan peserta didik itu sendiri.
Guru yang dengan senyumnya mampu
menguasai kelasnya. Sebaliknya, para guru yang sukanya marah
dan menyalahkan saja akan membuat siswa bosan. Model guru begini
benar-benar tidak menyenangkan.
Kalau dulu
para guru ‘killer’ (sebutan oleh siswa terhadap guru yang pemarah sekaligus
pelit memberi nilai) sangat dianggap guru terbaik oleh Kepala Sekolah maka saat
ini para guru pembengis itu tidak lagi diterima siswa. Bisa jadi para siswa
saat ini akan memberontak jika terus-menerus dikerasi tanpa alasan yang jelas. Kepala Sekolah pun tidak lagi menganggap
guru seperti ini sebagai guru yang baik.
Saat
ini guru penyayang kepada peserta didik adalah
guru yang menjadi favorit peserta didik. Mereka memang tidak minta dimanja tapi
mereka sudah tidak dapat menerima lagi para guru yang berkarakter pemarah.
Sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit marah. Kesalahan sedikit saja dilakukan
siswa, langsung marah. Benar-benar terasa kaku oleh para siswa; maka guru
seperti ini sudah tidak dapat lagi diterima.
Indahnya menjadi guru penyayang… inilah yang diidam-idamkan
peserta didik saat ini. Guru harus mempu menampilkan wajah yang ramah, senyum
selalu dan menyenangkan para siswa. Tidak lagi mengandalkan kekuatan otot
(pisik) tapi lebih kepada otak dan hati (perasaan). Guru-guru yang mampu
mengelola kelas dan pembelajarannya dengan penuh senyum maka itu pasti akan
diterima peserta didik. Dan dengan itu pula akan tercipta proses pembelajaran
yang kondusif dan menyenangkan siswa. Di situlah keindahan proses pembelajaran
akan tercapai. Guru bangga dan siswa pun akan puas tertawa.
Menghadapi
dan mengimplementasikan Kurikulum 2013 dengan perinsip siswa kreatif, inovatif
dan inspiratif –sesuai tuntutan Kurikulum 2013 itu sendiri—pembelajaran yang
menyenangkan seperti sudah dituntut juga pada kurikulum sebelumnya adalah
kuncinya. Sasaran ini tidak akan dapat diwujudkan jika guru masih menggunakan
pendekatan keras atau kekerasan. Anak kreatif, inovatif dan inspiratif hanya
akan lahir jika guru mampu menciptakan perasaan senang di hati siswanya. Maka
mari, teman-teman guru untuk lebih mengedepankan rasa sayang dan menyenangkan
dari pada pendekatan marah dan menakutkan.
Waah…… pada hal aku orangnya nyebelin loh…….payah
deeh…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar