A. Pengertian
Akhlaqul Karimah.
Akhlakul karimah merupakan manivestasi
keimanan dan keislaman paripurna Muslim.
Akhlakul karimah dalam pengertian luasnya ialah perilaku, perangai, ataupun
adab yang didasarkan pada nilai-nilai wahyu sebagaimana dipraktikkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Akhlakul karimah terbukti efektif dalam menuntaskan suatu
permasalahan serumit apa pun.
B. Kiat
Menggapai Akhlaqul Karimah
Sesungguhnya
kemuliaan akhlak itu terwujud dengan memberikan apa yang dipunyai kepada orang
lain, menahan diri sehingga tidak menyakiti, dan menghadapi gangguan atau
tekanan dengan penuh kesabaran. Hal itu akan bisa digapai dengan membersihkan
jiwa dari sifat-sifat rendah lagi tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat
terpuji. Simpul kemuliaan akhlak itu adalah: kamu tetap menyambung hubungan
dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, memberikan kebaikan kepada
orang yang tidak mau berbuat baik kepadamu, dan memaafkan kesalahan orang lain
yang menzalimi dirimu.
Ajarkan kepada orang lain dalam setiap
kesempatan mengenai akhlakul karimah tersebut. Secara sistemtik dan
sungguh-sungguh menerapkan/melaksanakan hal-hal yang dipahami tersebut dalam
kehidupan sehari-hari, dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana pada lingkungan
yang paling dekat bersifat privat, serta segerakan mulai dari saat ini.
C. Akhlak-Akhlak
Terpuji
1. Orang yang baik adalah
orang yang baik akhlaknya
Kriteria Orang Baik
Adapun sebagian tanda orang yang
memiliki akhlak yang baik, antara lain;
a. Berbicara dengan kata-kata yang
baik, baik kepada Orang tua/keluarga ataupun tetangganya. Melindungi dan
menghormati orang tua, senang melakukan silaturrahmi, dan senang membantu orang
lain terutama orang tuanya.
b. Tidak menyakiti tetangga, tidak
mengambil hak orang lain, tidak meneyebarkan aib orang lain, mampu memelihara
amanat (rahasia) yang meneyebakan orang lain atau dirinya malu.
c. Selalu membina tali persaudaraan,
senang tolong menolong (gotong royong), selalu waspada terhadap sesuatu yang
merugikan orang lain dan dirinya, berlaku adil dan bijaksana terhadap hukum dan
kesenangan, serta berlomba-lomba dalam melakukan perbuatan baik.
d. Memberikan dan mengucapkan salam
dengan hormat, dan tidak berbicara yang bukan mengenai dirinya dengan
berlebihan, tidak berbicara tentang masalah kepada orang lain pada saat yang
tidak tepat, selalu memaafkan kesalahan orang lain, dan menjauhkan diri dari
perkataan (omong) kosong.
2. Orang
yang paling berhak untuk dihormati
• عن أبي هريرة
رضي اللهُ عَنْهُ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم، فقال يا رسولَ اللهِ: مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قالَ: أُمَكَ،
قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: أُمُّكَ، قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ
مَنْ؟ قَالَ: أَبُوْكَ. (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Abu Hurairah berkata:
“seseorang datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata: Ya Rasulullah, siapakah
yang paling berhak aku layani (dampingi)? Nabi menjawab: “ibumu”. Orang itu
lalu bertanya: “Lalu siapa”. Jawab Nabi: “Ibumu!”. Lalu siapa, tanya orang itu.
Jawab Nabi: “Ibumu!”. Kemudian siapakah? Jawab Nabi: “Ayahmu!” (HR. al-Bukhari
dan Muslim).
Ibu adalah orang yang telah mengandung
dan melahirkan kita serta memelihara dan mengasuh kita dengan segala kasih
sayang tanpa memikirkan untung dan rugi. Sepantasnya beliau haruskita hormati
dengan penuh khidmat. Begitu pentingnya seorang ibu, sehingga sampai tiga kali
Rasulullah menekankan bahwa ibu lebih berhak menerima penghormatan dari
ank-anaknya. Ini bukan berarti ayah dan oreang tua serta saudara-saudara yang
lain tidak berhak dihormati, namun yang lebih dahulu adalah ibu, baru ayah dan
yang lebihh dekat dari itu, baru yang lain. Juga begitu penting seorang ibu,
sehingga Rasulullah saw. pernah menegaskan bahwa: Syurga itu ada dibawah
telapak kaki para ibu. Kita wajib menghormati dan mencintai serta menyayangi
ibu jjuga ayah kita, sebab keridhaan Allah terletak pada keridhaan kedua
orang tua kita, sedangkan murka Allah pun terletak pada keduanya, khusus nya
ibu , sebab doa ibu sangat maqbul, sekalipun doa itu merupakan kutukan. Kita
ingat beberapa kisah yang pernah terjadi akibat durhaka pada ibu, seperti kisah
Juraij dan sebagainya.
3. Kejujuran
membawa kepada kebajikan
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رضيَ
اللهُ عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إلَى
البِرِّ، وَإنَّ البِرَّ يَهْدِي إلى الجَنَّة، وَإنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ
حَتَّى يَكُوْنَ صِدِّيْقًا، وَإنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إلى الفُجُوْرَ، وَإِنَّ
الفُجُوْرَ يَهْدِي إلى النارِ، وإنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبَ حَتَّى يَكْتُبَ
عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Abdulah ibn Mas’ud ra. Berkata:
Nabi Saw. Bersabda: “Sesungguhnya benar/kejujuran itu membawa kebaikan, dan
kebaikan itu mengantarkan ke surga, dan seorang yang berlaku benar
sehingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang yang sangat jujur. Sebaliknya,
dusta membawa kepada kecurangan/perbuatan lacur, sedangkan kecurangan itu
mengantarkan ke neraka. Dan seorang itu berdusta sehingga tercatat di sisi
Allah sebagai pendusta (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Lawan dari kejujuran adalah dusta yang
Allah telah melarang kita darinya. Rasulullah juga telah melarang kita
darinya. Sungguh dalam hadits ini Nabi telah menjelaskan kepada kita bahwa
kedustaan akan menjerumuskan pelakunya kedalam maksiat yang akan memasukan
pelakunya kedalam neraka. Sedangkan orang-orang yang terbiasa melakukan
perbuatan dusta, maka dia akan digolongkan sebagai orang-orang pendusta dan
termasuk yang berhak mendapat siksa dari Allah. Perbuatan dusta akan menjadikan
pelakunya dibenci oleh Allah dan dibenci oleh makhluk-Nya. Maka hendaklah kita
berperilaku jujur dengan menjauhi perbuatan dusta agar mendapat ridha dari
Allah dan dimasukkan ke dalam surga.
Faedah Yang Bisa Diambil dari Hadits:
1. Kejujuran termasuk akhlak
terpuji yang dianjurkan oleh Islam.
2. Diantara petunjuk Islam
hendaknya perkataan orang sesuai dengan isi hatinya.
3. Jujur merupakan sebaik-baik
sarana keselamatan di dunia dan akhirat.
4. Seorang mukmin yang
bersifat jujur dicintai di sisi Allah Ta’ala dan di sisi manusia.
5. Membimbing rekan lain bahwa
jujur itu jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
6. Menjawab secara jujur ketika
ditanya pengajar tentang penyebab kurangnya melaksanakan kewajiban.
7. Dusta merupakan sifat buruk
yang dilarang Islam.
8. Wajib menasihati orang yang
mempunyai sifat dusta.
9. Dusta merupakan jalan yang
menyampaikan ke neraka.
4. Berbuat
baik dengan tetangga
• عن أبي شُرَيْحٍ العَدْوِي قالَ: سَمِعَتْ
أذناي وأبصرتْ عَيْنَايَ حِيْنَ تَكَلَّمَ النَّبي صلى
الله عليه وسلم، فقالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنث بِاللهِ واليومِ الآخرِ فَلْيُكْرِمُ
جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ واليومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
جَائِزَتَهُ“، قالَ وَمَا جَائِزَتُهُ يا رسولَ اللهِ؟ قال: يومٌ وليلةٌ،
والضِّيافةُ ثلاثةُ أيَّامٍ، فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذلك فَهُوَ صَدَقَةٌ عَليْه،
ومَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ واليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ
لِيَصْمُتْ“ (رواه البخاري ومسلم)
Abu Syuraih al-Adawi ra. berkata: telah
mendengar kedua telingaku, juga telah melihat kedua mataku ketika Nabi Saw.
Bersabda: ”Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah menghormati
tetangganya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka harus
menghormati tamu jaizahnya. Sahabat bertanya: apa jaizahnya itu ya Rasul? Nabi
menjawab: “Jaizahnya itu ialah hidangan jamuan pada hari pertama (sehari
semalam). Dan hidangan untuk tamu itu tiga hari, yang selebihnya itu dianggap
sebagai shadaqah. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
, maka harus berkata baik atau diam (al-Bukhari dan Muslim)
Dalam kehidupan
sosial, tetangga merupakan orang yang yang secara fisik paling dekat jaraknya
dengan tempat tinggal kita. Dalam tatanan hidup bermasyarakat, tetangga
merupakan lingkaran kedua setelah rumah tangga, sehingga corak sosial suatu
lingkungan masyarakat sangat diwarnai oleh kehidupan pertetanggaan. Pada
masyarakat pedesaan, hubungan antar tetangga sangat kuat hingga melahirkan
norma sosial. Demikian juga pada lapisan masyarakat menengah kebawah dari
masyarakat perkotaan, hubungan pertetanggaan masih sekuat masyarakat pedesaan.
Hanya pada lapisan menengah keatas, hubungan pertetanggaan agak longgar karena
pada umumnya mereka sangat individualistik.
Tradisi ke Islaman memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan norma-norma sosial hidup bertetangga. Adanya lembaga salat berjamaah di masjid atau mushalla, baik harian lima waktu, mingguan Jum''atan maupun tahunan Idul Fitri dan Idul Adha cukup efektip dalam membentuk jaringan pertetanggan. Demikian juga tradisi sosial keagamaan, seperti tahlilan, ratiban, akikah, syukuran, lebaran dan sebagainya sangat efektip dalam mempertemukan antar tetangga.
Selanjutnya akhlak bertetangga diajarkan sebagai berikut:
(a) Melindungi rasa aman tetangga. Kata Nabi, ciri karakteristik
seorang muslim adalah, orang lain (tetangga) terbebas dari
gangguannya, baik gangguan dari kata-kata maupun dari perbuatan fisik.
(b) Menempatkan tetangga (yang miskin) dalam skala prioritas
pembagian zakat.
(c) Memberi salam jika berjumpa.
(d) Menghadiri undangannya.
(e) Menjenguk tetanggga yang sakit.
(f) Melayat atau mengantar jenazah
tetangga yang meninggal dunia.
(g) berempati kepada tetangga
D. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Seseorang Dalam Berakhlak
1. Genetik
/ turunan
Akhlak:
jati diri/karakter yang menyertai manusia di manapun ia berada, oleh karenanya
keteladanan orang tua (rumah tangga) sangatlah mempengaruhi terhadap
perkembangan akhlak anak-anaknya. Di sadari atau tidak bahwa apa yang dilakukan
oleh orang tua (ayah, ibu, dan lainnya) telah menuntun kepada sikap dan
perilaku anak-anaknya. Dan ketahuilah bahwa proses pendidikan lebih banyak
dinikmati oleh anak melalui mata, yakni mencapai 83%, dan hanya 11% melalui
telinga atau nasehat, sedangkan 6% lainnya melalui keterampilan. Dengan
demikian orang sering mengatakan buah tidak akan jauh jatuh dari pohonnya.
2. Sisi psikologis : Al-nafsiyah /
kejiwaan
Secara psikologis bahwa yang turut
mempengaruhi pembentkan akhlak adalah berasal dari dalam diri anak itu sendiri.
Hal ini terbentuk oleh faktor pengalaman dan kesadaran anak dalam kehidupan
rumah tangga. Semakin baik kebiasaan rmah tangganya dalam pergaulan keseharian,
maka semakin baik pula akhlak anak-anaknya, sebaliknya semakin rusak akhlak
dalam rumah tangganya, maka semakin banyak kecenderungan memiliki akhlak yang
buruk pula.
3. Faktor social /
lingkungan : Syariah Ijmaiyah
Faktor lingkungan tidak kalah pentingnya
dalam pembentukan akhlak, semakin baik lingkungan hidup anak, maka semakin baik
pula kemungkinan akhlaknya. Pepatah klasik mengatakan “bahwa dekat pandai besi
maka akan kepercikan apinya, dan dekat orang menjual minyak wangi maka akan
keciupan baunya.
4. Nilai Islami yang
tertanam dalam dirinya
Gaya hidup seorang manusia /
muslim yang dilandaskan dengan al-qur’an dan as-sunnah, akan terbentuk akhlak
yang islami. Karena hal yang demikian itu akan menunjukkan apa yang baik di
mata Allah dan rasulnya, Baik dimata Allah adalah; Takwa dan sabar kepada Allah
- mengabdi, selalu tunduk dan patuh kepada perintah-Nya, Berserah diri dan
tawakkal kepada Allah, pandai bersyukur, Ikhlas dalam semua peristiwa yang
terjadi dalam dirinya, serta khouf / takut dan Radja atau penuh harap.
Waduuh..... saya ngalim eh.....
BalasHapus